![]() |
Ilustrasi Dewi Amba, tokoh tragis dalam Mahabharata yang jadi penyebab kejatuhan Bisma |
Dalam cerita epik Mahabharata, setiap tokoh memiliki takdirnya masing-masing, tetapi sedikit yang memiliki jalur takdir yang begitu tragis dan berputar-putar seperti Dewi Amba.
Ia adalah seorang putri yang diperlakukan sama seperti sebuah objek, yang dendamnya sangat membara melintasi dua kelahiran dan akhirnya menjadi kunci kematian orang terkuat di Bharatayuda yaitu Bisma.
Latar Belakang dan Awal Kisah
Dewi Amba adalah putri tertua dan cantik dari Prabu Darmahambara (Raja Kasya) dari negara Giyantipura. Ia juga memiliki dua adik perempuan, yaitu Ambika dan Ambalika. Ketiganya dikenal sangat cantik dan bijaksana.
Saat tiba waktunya untuk menikah, Raja Kasya mengadakan Sayembara (seleksi mempelai pria) bagi mereka, di mana para pangeran dan raja dari seluruh penjuru diundang untuk datang dan memenangkan mereka.
Insiden Sayembara
Di dalam sayembara tersebut, Bisma (Dewabrata) dari Negara Astina ikut turut serta. Tetapi keikutsertaanya dalam sayembara tersebut adalah untuk mencarikan jodoh bagi kedua adiknya, yaitu Citrasena dan Wicitrawirya.
Semua ini terjadi karena Bisma sendiri sudah bersumpah wadad, yaitu tidak akan pernah menjadi Raja Astina dan melajang seumur hidupnya.
Dalam Sayembara tersebut, Bisma berhasil mengalahkan kedua andalan Giyantipura dan para ksatria lain yang mencoba mengadu kesaktian dengannya. Sehingga berhak memboyong ketiga putri Raja Darmahambara untuk di nikahkan oleh kedua adiknya.
Tindakan ini, meski dimaksudkan untuk memuliakan garis keturunan Kuru, adalah awal dari malapetaka. Karena Bisma lupa untuk mempertimbangkan keinginan dan perasaan dari para putri itu sendiri.
Pengakuan Cinta dan Penolakan
Setelah tiba di Hastinapura, Ambika dan Ambalika menerima takdir mereka dan setuju untuk menikah dengan Citrasena dan Wicitrawirya. Namun, Amba memberanikan diri untuk mendekati Bhishma dan mengungkapkan sebuah rahasia.
Ia sudah memilih menempatkan hatinya kepada seseorang. Ia telah memberikan hatinya kepada Raja Salwa, penguasa Kerajaan Saubala. Bahkan, mereka berdua telah saling mencintai dan berjanji untuk menikah sebelum sayembara di lakukan.
Mendengar pengakuan ini, Bhishma yang teguh pada prinsipnya sebagai seorang kesatria, menyadari kesalahan yang telah dilakukan kepada Amba. Ia mengakui bahwa tidak adil untuk memaksanya menikah dengan Wicitrawirya. Dengan penuh hormat, Bisma mengizinkan Amba untuk pergi ke Kerajaan Saubala untuk menikah dengan Raja Salwa.
Penolakan Kedua: Ditolak oleh Sang Kekasih
Dengan penuh harapan yang besar, Amba pergi menemui Raja Salwa. Tapi, yang ia dapatkan adalah kekecewaan yang jauh lebih pahit. Raja Salwa memilih untuk menolak Amba menikah dengannya sesuai janji mereka sebelum sayembara.
Alasannya, Raja Salwa merasa telah dihina oleh Bisma. Amba "telah dibawa" oleh Bisma ke Hastinapura dan bagi Salwa hal itu merupakan noda dalam kehidupannya. Menerima Amba kembali berarti mengakui kekalahannya terhadap Bisma.
Dalam kebanggaan dan egonya yang terluka, Salwa langsung mengusir Amba, menyatakan bahwa ia tidak bisa menerima seseorang yang "telah menjadi milik orang lain".
Amba semakin terjebak dalam kondisi yang sangat rumit. Ia tidak diterima di Hastinapura dan ditolak oleh cintanya sendiri. Ia menjadi seorang wanita yang tidak memiliki tempat berpijak, dipermalukan, dan terasingkan.
Baca Juga: Abiyasa Sang Penulis Abadi, Leluhur Pandawa dan Kurawa di Mahabharata
Pencarian Keadilan dan Sumpah Dendam
Merasa seluruh hidupnya hancur karena tindakan yang dilakukan oleh Bisma, Amba memutuskan untuk menuntut keadilan. Ia kembali ke Hastinapura dan menghadap Bisma. Ia menganggap Bhishma penyebab semua malapetaka ini, maka Bisma harus bertanggung jawab dengan harus menikahinya.
Bisma yang telah bersumpah untuk tidak pernah menikah dan tetap membujang seumur hidup agar ayahnya, Santanu, bisa menikahi Setyawati, dengan tegas menolak. Sumpahnya tidak boleh dilanggar apa pun yang terjadi.
Putus asa dan diliputi amarah, Amba bersumpah untuk membalaskan dendamnya. Ia bersumpah bahwa dalam hidupnya ini atau kehidupan yang akan datang, dialah yang akan menjadi penyebab kematian Bisma. Sumpah ini menjadi pusat dari seluruh takdir Amba yang menyedihkan.
Pertapaan dan Kutukan
Amba lalu meninggalkan kehidupan duniawi dan melakukan pertapaan yang sangat keras untuk meminta bantuan para dewa dan resi agar dendamnya terhadap Bisma bisa terwujud. Beberapa pihak mencoba menengahi, termasuk Parasurama (guru dari Bhishma), yang bahkan berperang melawan Bisma untuk membela Amba. Namun, pertarungan antara guru dan murid itu berakhir tanpa pemenang.
Melihat keteguhan hati Amba, Dewa Siwa akhirnya berkenan muncul dan memberinya anugerah. Dewa Siwa berkata "Kau akan terlahir kembali sebagai seorang perempuan, tetapi akan berubah menjadi laki-laki dan menjadi penyebab kematian Bisma."
Di dalam versi lain di ceritakan bahwa Amba yang ditolak cintanya selalu mengikuti Bisma. Bisma yang merasa kurang nyaman, akhirnya mengarahkan panah ke arah Dewi Amba.
Semua itu dilakukan Bisama untuk menakut-nakuti Amba agar segera pergi dan tidak mengikutinya lagi. Namun, ternyata panah di genggamannya terlepas karena tangan Bisma yang basah dan gemetar.
Karena itu, panah itu terlepas dan meluncur mengenai Amba. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma untuk terakhir kalinya.
Amba berpesan jika dia tetap mencintai Bisma dan menunggu saat kematian Bisma untuk naik ke Swargaloka bersama-sama.
Reinkarnasi sebagai Srikandi
Setelah menjalani hidup pertapaannya, Amba melakukan ritual dengan menceburkan diri ke dalam api suci.
Di dalam versi lain di ceritakan bahwa Amba yang ditolak cintanya selalu mengikuti Bisma. Bisma yang merasa kurang nyaman, akhirnya mengarahkan panah ke arah Dewi Amba.
Semua itu dilakukan Bisama untuk menakut-nakuti Amba agar segera pergi dan tidak mengikutinya lagi. Namun, ternyata panah di genggamannya terlepas karena tangan Bisma yang basah dan gemetar.
Karena itu, panah itu terlepas dan meluncur mengenai Amba. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma untuk terakhir kalinya.
Amba berpesan jika dia tetap mencintai Bisma dan menunggu saat kematian Bisma untuk naik ke Swargaloka bersama-sama.
Ia terlahir kembali sebagai putri Raja Drupada dari Kerajaan Panchala. Bayi perempuan itu diberi nama Srikandi.
Sebagai Srikandi, ia dibesarkan sebagai seorang putri, tapi takdirnya tetap tidak berubah. Dalam berbagai versi, diceritakan bahwa ia bertukar kelamin dengan seorang Yaksha (makhluk supernatural) dan menjadi laki-laki dalam perang Barathayuda.
Puncak Dendam dan Peran dalam Bharatayuda
Takdir akhirnya tiba pada perang Bharatayuddha. Bisma, sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa, adalah benteng yang tidak terkalahkan. Panahnya menghujani medan perang dan membantai ribuan prajurit Pandawa. Para Pandawa hampir putus asa karena kekuatan yang di miliki oleh kakeknya.
Pada malam hari, Krishna mengingatkan Arjuna tentang rahasia kematian Bisma. Bisma pernah bersumpah bahwa ia tidak akan pernah melawan atau membunuh seorang wanita, atau seseorang yang pernah menjadi wanita.
Bisma juga bersumpah sebelum Amba masuk ke dalam api suci. Jika Amba di lahirkan kembali, dia akan meletakkan seluruh senjatanya dan membiarkan reinkarnasi Amba membunuhnya.
Srikandi adalah kuncinya
Keesokan harinya di dalam pertempuran paling ikonik, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi. Srikandi maju ke garis depan untuk menghadapi Bisma. Melihat Srikandi, Bisma segera mengenali jiwa Amba ada di dalamnya.
Ia ingat akan sumpah dan anugerah Dewa Siwa. Menurut kode kehormatannya, ia menurunkan senjatanya dan menolak untuk melawan Srikandi.
Ini adalah kesempatan yang ditunggu Arjuna. Dari belakang Srikandi, Arjuna melepaskan ribuan panahnya, menusuk tubuh Bisma hingga sang sesepuh roboh dari keretanya dan terbaring di atas Sarpa Shaiya (ranjang panah). Bisma tidak mati seketika, tetapi ia menghembuskan napas terakhirnya setelah perang Barathayuda usai.
Dengan demikian, sumpah Amba akhirnya terpenuhi. Dendam yang membara melintasi dua kelahiran akhirnya mencapai puncaknya.
Makna dan Analisis Karakter
1. Korban Adat dan Ego Laki-Laki
Amba adalah simbol dari seorang wanita yang menjadi korban dari tradisi patriarki yang kaku, ego kesatria, dan persaingan antar laki-laki. Nasibnya ditentukan oleh Bisma, Salwa, dan ayahnya tanpa pernah mempertimbangkan suara hatinya.
2. Determinasi dan Kekuatan Kehendak
Meski menjadi korban, Amba tidak pasif. Ia memperjuangkan keinginannya dengan kekuatan yang luar biasa. Dendamnya adalah bentuk protes terhadap ketidakadilan yang ia alami dalam hidupnya.
3. Instrument Takdir
Kisah Amba menunjukkan betapa rumitnya hukum karma. Tindakan Bisma di masa lalu (yang ia lakukan untuk Dharma keluarganya) justru menciptakan musuh yang akan menghancurkannya di masa depan.
Amba adalah instrument takdir yang memastikan bahwa setiap tindakan, baik atau buruk, memiliki konsekuensinya.
4. Ambiguitas Dharma
Kisah ini menantang pandangan hitam putih tentang benar dan salah. Siapa yang bersalah? Bisma yang menolak? Salwa yang menolak? Atau Amba yang mendendam? Mahabharata membiarkan pertanyaan ini terbuka, mengajak pembaca untuk merenungi kompleksitas dalam sebuah kehidupan.
Dewi Amba bukan sekadar karakter pendukung. Ia adalah kekuatan pendorong yang sifat karakternya menggerakkan salah satu plot terpenting dalam cerita Mahabaratha.
Mengajarkan pelajaran abadi kepada masyarakat tentang konsekuensi, kehendak bebas, dan pembalasan yang ditakdirkan. Itulah kisah wanita pemberani bernama Dewi Amba.
Komentar
Posting Komentar