![]() |
Abiyasa, tokoh penting Mahabharata yang menjadi penulis abadi sekaligus leluhur Pandawa dan Kurawa. |
Ia bukan hanya sekadar leluhur bagi para Pandawa dan Kurawa; ia adalah arsitek takdir, penyeimbang kosmis, dan orang yang suci yang mencatat seluruh kisah ini menjadi abadi sepanjang masa. Tanpanya, tidak akan ada cerita Mahabharata.
Arti Nama dan Gelar
Krishna Dwaipayana memiliki arti "Kegelapan yang lahir di sebuah pulau". Krishna berarti gelap atau hitam, merujuk pada warna kulitnya. Sedangkan Dwaipayana berarti yang lahir di sebuah pulau (Dwipa = pulau).
Vyasa (Abiyasa) adalah sebuah gelar. Gelar ini berarti penyusun, pengedit, atau kompilator. Ia menyandang gelar ini karena tugas besarnya menyusun dan mengklasifikasikan kitab-kitab Veda menjadi empat bagian (Rigveda, Samaveda, Yajurveda, Atharvaveda), sehingga memudahkan umat manusia mempelajarinya. Inilah sebabnya ia sering dipanggil Veda Vyasa.
Latar Belakang dan Kelahiran yang Unik
Kelahiran Abiyasa penuh dengan drama dan juga takdir. Ia adalah putra dari seorang pertapa bijak bernama Palasara (cucu dari Maharesi Wasista) dan seorang wanita nelayan bernama Dewi Durgandini (Setyawati) yang saat itu masih gadis dan bernama Matsyagandha (yang berbau ikan).
Palasara, yang terkesan dengan kecantikan Setyawati, ingin menikahinya. Atas kemurahan hatinya, Palasara menggunakan kekuatan spiritualnya untuk menghilangkan bau ikan pada tubuh Setyawati dan menggantinya dengan wangi semerbak yang tercium sejauh satu mil, sehingga ia juga dijuluki Yojanagandha. Dari hubungan inilah, di sebuah pulau di sungai Yamuna, lahirlah seorang putra yang bijaksana.
Karena kesaktiannya, ketika ibunya yang menjanda di tinggal oleh sang ayah, dan bersedia dinikahi dan hendak di boyong oleh Prabu Sentanu, raja Astina, maka sebelum berpisah Abiyasa berkata apabila ibunya membutuhkan kehadiran dirinya, maka tinggal bayangkan saja wajahnya, maka saat itu juga ia akan segera datang di hadapan sang ibu.
Anak itu segera mengucapkan selamat tinggal pada ibunya, berjanji akan datang kapan pun dibutuhkan. Ia kemudian pergi untuk melakukan pertapaan hebat dan menjadi salah satu resi terhebat sepanjang masa. Setyawati kemudian dinikahi oleh Raja Santanu dari Hastinapura dan menjadi permaisuri, melahirkan dua putra: Citrangada dan Wicitrawirya.
Peran Kunci dalam Dinasti Kuru
Di masa selanjutnya ia dipanggil kembali untuk menolong menyambungkan darah Barata yang hampir punah karena kematian anak-anak Sentanu dengan Dewi Setyawati.
Ia pun bersedia menikahi janda-janda adiknya agar penerus takhta Hastinapura dapat berkelanjutan. Kelak, anak-anak darinya merupakan cikal bakal keluarga Pandawa dan Kurawa.
1. Melahirkan Dretarastra, Pandu, dan Widura
Setelah kematian Raja Wicitrawirya, Setyawati (sekarang ibu suri) menghadapi krisis, tidak ada penerus tahta. Mengingat janji putranya, ia memanggil Abiyasa untuk menerapkan hukum Niyoga (sebuah tradisi di mana seorang resi suci diminta untuk memperanakkan anak atas nama seorang suami yang telah meninggal).
Abiyasa setuju dengan berat hati. Ia kemudian memperanakkan tiga orang putra dengan kedua janda Wicitrawirya, Ambika dan Ambalika:
Destarasta (dari Ambika): Karena Ambika menutup matanya ketakutan melihat wajah Abiyasa yang sangar, Dretarastra terlahir buta.
Pandu (dari Ambalika): Ambalika menjadi pucat pasi ketakutan, sehingga Pandu terlahir dengan kulit pucat.
Widura (Niken Darti): Seorang pelayan yang melayani Abiyasa dengan tenang dan hormat, melahirkan Widura, yang menjadi orang yang sangat bijaksana namun terlahir dari kasta sudra.
Dari ketiga inilah seluruh konflik Mahabharata berawal, persaingan antara putra-putra Destarasta (Kurawa) dan putra-putra Pandu (Pandawa).
2. Memberikan Vision kepada Gandari
Ketika Gandari, istri Destarasta, mengetahui bahwa Kunti (istri Pandu) telah melahirkan seorang putra (Yudhistira) sebelum dirinya, ia marah dan memukul-mukul perutnya. Hasilnya, ia melahirkan sebuah gumpalan dara.
Abiyasa sekali lagi dipanggil untuk mengatasi masalah ini. Dengan kekuatan spiritualnya, ia memotong-motong gumpalan daging itu menjadi 101 bagian dan menyimpannya dalam guci-guci berisi minyak mantra. Dari guci-guci inilah terlahir 100 putra (Duryudana sebagai yang sulung) dan seorang putri (Dursala).
3. Penasihat Spiritual dan Mediator
Sepanjang cerita, Abiyasa sering muncul untuk menasihati keluarga Kuru. Ia memperingatkan Destarasta tentang kehancuran yang akan di timbulkan oleh Duryudana.
Ia memberikan kekuatan spiritual kepada Kunti dan Pandawa untuk melindungi mereka. Ia juga yang menyarankan Pandawa untuk membangun ibu kota di Indraprastha setelah dibuang ke hutan.
Sebelum perang Bharatayuddha berkecamuk, Abiyasa datang untuk menghibur Destarasta yang bersedih dan memberinya penglihatan untuk "melihat" perang melalui mata Sanjaya.
Sang Pengarang Mahabharata
Ini adalah kontribusi terbesarnya bagi peradaban dunia. Setelah perang usai, Abiyasa yang diliputi kedamaian namun juga duka mendalam atas tewasnya begitu banyak orang, merenungkan bagaimana caranya kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang.
Dengan kekuatan meditasinya, ia menyusun seluruh kisah epik ini di dalam pikirannya. Namun, ia membutuhkan seorang penulis yang bisa mencatatnya. Ia memohon kepada Dewa Ganesha, dewa berbelalai yang merupakan dewa kebijaksanaan dan penghalang rintangan.
Ganesha setuju dengan satu syarat: Abiyasa harus mendikte tanpa jeda. Abiyasa yang sama cerdiknya, membalas dengan syarat, Ganesha harus memahami setiap syair sebelum menuliskannya.
Kesepakatan ini memungkinkan Abiyasa sesekali menyusun syair-syair yang sangat kompleks, memberi dirinya waktu untuk menyusun syair berikutnya saat Ganesha memahaminya.
Dengan cara inilah, epos Mahabharata yang disebut sebagai "Itihasa" (begitulah terjadi) dan terdiri dari lebih 100.000 syair tercatat untuk selamanya. Kitab ini tidak hanya berisi kisah perang, tetapi juga percakapan filsafat suci seperti Bhagavad Gita, serta ajaran tentang dharma, politik, ekonomi, dan hubungan manusia.
Sifat dan Karakteristik
- Bijaksana dan Netral: Meski adalah leluhur, ia tidak memihak. Ia selalu memberikan nasihat yang benar berdasarkan Dharma, baik kepada Pandawa maupun Kurawa.
- Pemenuh Janji: Ia selalu memenuhi janjinya kepada ibunya, Setyawati, dan muncul kapan pun saat dinasti Kuru membutuhkan pertolongannya.
- Visioner: Ia memahami takdir besar yang menggerakkan semesta dan peran setiap orang di dalamnya. Tindakannya, meski terkadang tampak keras (seperti Niyoga), dilakukan untuk menjaga keseimbangan kosmis.
- Penyampai Ilahi: Perannya sebagai Vyasa, sang pengedit Veda dan pengarang Mahabharata, menempatkannya sebagai salah satu penyalur kebijaksanaan ilahi bagi seluruh umat manusia.
Warisan dan Signifikansi
Abiyasa adalah personifikasi dari kebijaksanaan yang melampaui keterikatan duniawi. Ia adalah penjaga silsilah dan juga pencerita agung. Setiap kali epos Mahabharata dibacakan, namanya disebut dalam kalimat pembuka "Om Namo Bhagavate Vasudevaya" (untuk menyembah Krishna) dan "Vedavyasaya Namah" (sembah hormat kepada Vyasa).
Ia mengingatkan kita bahwa di balik setiap drama kehidupan, ada hukum sebab akibat (karma) yang abadi, dan juga kisah-kisah tentang perjuangan antara dharma dan adharma perlu diceritakan kembali dari generasi ke generasi sebagai pelajaran abadi.
Abiyasa bukan sekadar karakter; ia adalah sang pengarang, sang leluhur, dan sang saksi abadi dari seluruh drama agung Mahabharata.
Komentar
Posting Komentar